Sastrawanbernama lengkap Ali Akbar Navis ini menghembuskan napas terakhirnya pada tahun 2013 karena komplikasi dan penyakit jantung. Meskipun ia wafat karya-karyanya tetap abadi seperti "Robohnya Surau Kami", Kemarau (1992), Saraswati Si Gadis dalarn Sunyi, (1970), dan lain lain.
Pendekatan objektif merupakan suatu pendekatan yang hanya menyelidiki karya sastra itu sendiri tanpa menghubungkan dengan hal-hal di luar karya sastra. Kritik objektif mendekati karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri bebas dari penyair, audience, dan dunia yang mengelilinginya! Kritik itu menganalisis karya sastra sebagai sebuah objek yang mencukupi dirinya sendiri atau hal yang utuh, atau sebuah dunia dalam dirinya otonom, yang harus ditimbang atau dianalisis dengan kriteria “intrinsik” seperti kompleksitas, keseimbangan, integritas, dan saling hubungan antara unsur-unsur pembentuknya. Dalam artian, pendekatan objektif ini sama halnya dengan menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam suatu novel. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Berdasarkan uraian tersebut penulis bermaksud membahas tema yang terkandung dalam novel Kemarau karya AA. Navis. Tema adalah gagasan makna dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara ekplisit. Penafsiran terhadap tema harus dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada yang secara keseluruhan membangun cerita itu. Dimulai dari memahami tokoh utama yang biasanya “dibebani” tugas membawakan tema. Dalam sebuah cerita fiksi, lazimnya ada tokoh utama, konflik utama dan tema utama. Ada keterkaitan yang pada antara ketiganya. Pelaku atau pemilik konflik utama pasti adalah tokoh utama, dan disitulah umumnya letak tema utama. Melalui tokoh utamanya yaitu sutan Duano, penulis hendak memberikan gambaran mengenai sosok yang memiliki sifat dan karakter pekerja keras. Sutan Duano dikisahkan sebagai tokoh yang mempunyai niat dan semangat untuk mengubah kerangka berpikir warga kampung sekitar tempat tinggalnya. Ia berjuang untuk megubah watak masyarakat yang terbiasa menyerah pada takdir daripada bekerja keras `melawan nasib` guna memperbaiki kehidupannya. ”Hanya seorang petani saja berbuat lain. Ia seorang laki-laki sekitar 50 tahun. Badannya kekar dan tampang orangnya bersegi empat bagai kotak dengan kulitnya yang hitam oleh bakaran matahari. Pada ketika bendar-bendar tak mengalir lagi, sawah-sawah mulai kering matahari masih bersinar maraknya tanpa gangguan awan sebondong pun, diambilnya sekerat bambu. Lalu disandangnya di kedua ujung bambu itu. Dan dua belek minyak tanah dan digantungkannya di kedua ujung bambu itu. Diambilnya air ke danau dan ditumpahkannya ke sawahnya. Ia mulai dari subuh dan berhenti pada jam sembilan pagi. Lalu dimulainya lagi sesudah asar, dan berhenti waktu magrib hapmpir tiba. Dan beberapa kali mengangkut tak dilupakannya mengisi kedua kolam ikannya. Untungnya sawahnya yang luas itu tidak begitu jauh dari tepi danau. Laki-laki itu bernama Sutan Duano.” Navis, 20031-2. Melalui penggalan cerita Sutan Duano digambarkan secara jelas sebagai tokoh yang baik hati, pekerja keras, kreatif dan pantang menyerah. Kreatif, “... diambilnya sekeret bambu, lalu disandangnya di kedua ujung bambu itu. Diambilnya air ke danau dan ditumpahkannya ke sawahnya.” Navis, 1992 2 Pekerja keras, “... sisa umurnya dihabiskan dengan bekerja keras.“ Navis, 1992 3 Baik hati, “... disegani oleh semua orang. Tapi bukan karena kayanya. Melainkan karena kebaikan hatinya, dipercaya dan suka menolong setiap orang yang kesulitan.” Navis, 1992 5 Pantang menyerah, “Untuk kedua kalinya usaha Sutan Duano Kandas. Tapi, ia belum mau mengalah begitu saja.” Navis, 1992 15 Berdasarkan penggalan cerita tersebut maka sudah sangat jelas bahwa pengarang memang menempatkan sosok Sutan Duano sebagai sosok yang patut dicontoh dan dijadikan pendobrak paradigma tradisional yang hanya mengandalkan keyakinan di luar ajaran agama dan lebih memilih pasrah pada takdir ketimbang berusaha bekerja agar nasib dapat menjadi lebih baik. Kondisi masyarakat yang masih tradisonal dan memegang keyakinan di luar ajaran agama terlihat dalam Bab 1 tatkala pengarang membuat deskripsi latar cerita awal. ”Dan setelah tanah sawah mulai merekah, mulailah mereka berpikir. Ada beberapa orang pergi ke dukun, dukun yang terkenal bisa menangkis dan menurunkan hujan, Tapi dukun itu tak juga bisa berbuat apa-apa setelah setumpuk sabut kelapa dipanggangnya bersama sekepal kemenyan. Hanya asap tebal yang mengepul di sekitar rumah dukun itu terbang ke sawang bersama manteranya. ... Mereka pergilah setiap malam ke mesjid mengadakan ratib, mengadakan sembahyang kaul meminta hujan. Tapi hujan tak kunjung turun juga.” Navis, 2003 1. Dengan kondisi masyarakat yang demikan, Sutan Duano hadir sebagai pelopor dan contoh yang patut diikuti, meskipun pada praktiknya Sutan Duano malah dianggap gila karena menyimpang dari kebanyakan orang. Padahal yang dilakukan Sutan Duano adalah bukti semangat dan kerja keras yang tidak mau berpangku tangan pada nasib yang dialami. Pengarang menggunakan Sutan Duano sebagai profil ideal gambaran pribadi yang mempunyai niat dan semangat mengubah hidupnya di tengah lingkungan dan zaman yang tak bersahabat. Kerajinannya bekerja secara rutin dan teratur dengan memiliki agenda kegiatan dan jadwal yang tersusun dalam pikiran dan pola kebiasaan hidupnya terungkap dalam diri tokoh Sutan Duano meski hal itu sering tidak sejalan dengan keadaan lingkungan sosialnya. Misalnya ketika dia mempunyai idealisme mendidik hidup sehat. ”Kolam ikan yang kecil diperbaikinya. Disemainya anak ikan di dalamnya, lalu dibuatnya pula sebuah kakus umum di teopib kolan itu agar orang berak di sana dan ikannya mendapat makan. Dan sebidang tanah yang berbatu-batu di kaki bukit, di mana sebelumnya tak seorang pun berselera mengolahnya meski musim lapar itu, dimintanya untu dikerjakan.”Navis, 2003 3 Sikap dan perjuangan Sutan Duano sebenarnya merupakan cara pengarang mendidik masyarakat agar mengubah budaya perilaku yang tidak produktif sesuai dengan tuntutan zaman. Budaya yang hampir semua terlalu berkesan malas dan apa adanya tanpa adanya perbuhan menjadikan sosok Sutan Duano sebagai pedobrak budaya yang kurang baik. Termasuk budaya birokrasi yang terjadi dalam cerita tersebut yang coba diubah oleh Sutan Duano. ”Di waktu itulah Sutan Dunao memulai suatu kehidupan baru. Beberapa bidang sawah yang terlantar diminta izin pada yang punya untuk dikerjakan. Sapi-sapi yang tak terrgembalakan lagi ditampungnya dengan perjanjian sedua.” Navis, 2003 5 Sikap dan perbuatan yang semula mendapat cacian dan hinaan akhirnya membawa hasil yang positif sehingga masyarakat pelan-pelan mengakuinya. Tiada usaha yang sia-sia, itulah yang mungkin diajarkan pengarang lewat tokoh Sutan Duano. Meskipun diawal begitu banyak cacian dan keraguan terhadapnya Sutan Duano tetap pada pendiriannya yang akhirnya membuatnya diakui dan disegani oleh penduduk sekitar. Sutan Duano juga digunakan oleh pengarang untuk mengubah sistem pinjam-meminjam uang serta budaya yang tak baik. ”Tapi Sutan Duano sudah termasuk jadi orang yang berada di kalangan rakyat di kampung itu. ... Karenanya ia sudah menjadi orang yang berarti dan disegani oleh semua orang. Tapi bukan karena kayanya. Melainkan karena kebaikan hatinya, dipercaya, dan suka menolong setiap orang yang kesulitan. Lambat-lambat ia jadi pemimopin di kalangan petani untuk mengerjakan sawah. ... Sistem ijon diusahakannya melenyapkannya dengan meminjamkan uangnya sendiri tanpa bunga.” Navis, 2003 6 Begitu banyak hal yang dilakukan Sutan Duano sehingga nampak dengan jelas, tokoh tersebut ingin menyadarkan kita tentang begitu banyak hal yang mestinya kita lakukan dan meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat dan tak berguna. Penggambaran sifat dan karakter tokoh yang begitu jelas digambarkan pengarang baik lewat tingkah lakunya maupun dari uraian yang disampaikan langsung oleh pengarang melalui ceritanya telah memberikan penulis gambaran dengan jelas mengenai tema yang mungkin ada dalam novel Kemarau. Seperti, sifat kerja keras dan pantang menyerah, pembaharu dalam suatu tatanan kehidupan. Dari kemungkinan tema yang ada penulis masih harus mengkaji lebih dalam mengenai tema utama yang ada dalam novel Kemarau karena “untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia harus disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu saja” . Setelah penulis menguraikan mengenai tokoh utama yang memberikan gambaran mengenai tema, selanjutnya penulis uraikan pula konflik yang terjadi dalam cerita. Jika konflik utama tersebut berhasil ditemukan, secara garis besar cerita fiksi yang bersangkutan sudah dapat dipahami, sehingga konflik utama merupakan modal penting untuk sampai pada penemuan tema. Permasalah yang menjadi pertama diangkat adalah masalah kemarau yang begitu panjang sehingga membuat sawah menjadi kering dan hasil panen tidak maksimal. Hal inilah yang kemudian menggerakan Sutan Duano mengajak masyarakat bergotong royong mengangkut air dari danau untuk mengairi sawah, namun hal tersebut ditolak, yang pada akhirnya berbuntut panjang mengiringi alur cerita yang dilandaskan dari musim kemarau berkepanjangan dan sikap pasrah para penduduknya. Tak tahu lagi Sutan Duano kepada siapa dia akan pergi. Wali Negeri yang jadi pemerintah di kampung itu sudah didatanginya. Yang punya sawah terluas sudah. Orang yang paling berpengerauh dikalangan petani, sudah. Ia yakin, kemanapun ia akan pergi, tentu ia akan mendapatkan sambutan yang sama. ... satu-satunya jalan bagi Sutan Duano ialah memberi contoh bagaimana mernjadi petani yang baik.” Navis, 2003 17 Tindakan Sutan Duano tersebut kemudian mendapat celaan, banyak orang yang menggap Sutan Duano sudah gila, namun tidak dengan Acin. Anak seorang janda yang justru kemudian memunculkan masalah baru. Masalah demi masalah menimpa tokoh utama, yang pada akhirnya mengungkap semua latar belakang dari Sutan Duano yang merupakan seseorang yang memiliki masa lalu kelam. Dari banyaknya konflik penulis memberikan kesimpulan bahwa masa lalu tokoh utama menjadikan tokoh utama selalu berada dalam masalah. Misalnya, keterkaitan antara masa lalu tokoh yang membuat tokoh enggan untuk beristri lagi menimbulkan banyak masalah, seperti adanya gosip mengenai Sutan Duano dengan Gudam, Sutan Duano dengan Saniah. “`Bapak naik jendela Mak malam-malam. Etek Saniah bilang,` kata Acin menantang. Terengah Sutan Duano mendengar kata anak itu. Ia tidak marah. Tidak pula mencoba meyakinkan Acin. Ia hanya terpulun oleh pikirannya sendiri. Dari mana anak itu bisa berpikir seburuk itu. Dan mengapa Saniah sampai berani berkata yang tidak-tidak. Apa maksud perempuan itu sebenarnya? Ia tak dapat memahami fitnah yang dilontarkan perempuan itu. Akirnya dilemparkannya pikirannya dari perempuan itu.” Navis, 2003 55 Diakhir cerita, masa lalunya begitu sangat memberikan masalah tatkala anak dari istri pertamanya menikah dengan anak dari istrinya yang lain. Aku tak tahu kau mengandung waktu itu, Iyah kalau ku tahu...” kata Sutan Duano dengan lemah ........ kini anak yang ku kandung itu, itulah Arni, istri Masri. Menantumu”.... Meskipun masalah yang menimpa tokoh utama begitu banyak dan pelik, pada akhirnya pengarang menyudahi semuanya dengan situasi yang membuat semua menjadi lebih baik. Karena tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung, melainkan hanya menumpang secara eksplisit melalui cerita. Unsur-unsur yang lain, khususnya yang oleh Stanton dikelompokan sebagai fakta cerita-tokoh,plot, latar- yang “bertugas” mendukung dan menyampaikan tema tersebut. Dalam sebuah cerita fiksi, lazimnya ada tokoh utama, konflik utama dan tema utama. Ada keterkaitan yang pada antara ketiganya. Pelaku atau pemilik konflik utama pasti adalah tokoh utama, dan disitulah umumnya letak tema utama. Berdasarkan pada tokoh utama yang digambarkan oleh pengarang yang memiliki sifat bekerja keras dan tidak mudah menyerah, maupun dari konflik-konflik yang pengarang jabarkan mulai dari masalah sifat masyarakat yang tidak mau berusaha, pasrah tanpa mau berjuang, masyarakat yang lebih percaya takhayul daripada berusaha, masalah mengenai masa lalu kelam tokoh utama yang menghantuinya, yang sebenarnya karena masa lalunya itu pula tokoh utama berada dikampung yang menjadi latar dari cerita tersebut, dan usaha pertaubatan seseorang. Maka penulis berkesimpulan bahwa tema pada novel Kemarau dilihat dari tokoh utama dan konflik adalah usaha pantang menyerah seseorang dalam mengubah hidupnya menjadi lebih baik dan sesuai dengan ajaran agama yang disyariatan. Tema ini merupakan sindiran pula bagi mereka yang terlalu mempasrahkan dirinya tanpa mau berusaha. Tema pada novel ini juga mengingatkan kita tentang ayat Al-Qur’an yang memiliki arti “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka QS Ar-Ra’d ayat 11
HajiAli Akbar Navis atau yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia, ia dikelompokkan ke dalam Sastrawan Angkatan 1950-1960. Cerpennya yang fenomenal, Robohnya Surau Kami, terpilih menjadi satu dari tiga cerpen terbaik majalah sastra Kisah, (1955). Ia menjadikan menulis sebagai alat
Ketika nama sastrawan Ali Akbar Navis atau AA Navis disebut, kita mungkin akan langsung mengingat "Robohnya Surau Kami". Cerpen karangan Navis yang terbit pertama kali di majalah Kisah pada 1955 itu kemudian dikenal luas masyarakat. Soalnya, cerpen itu bukan hanya mendapat apresiasi positif dari pembaca dan pengamat sastra, tapi juga kontroversial karena dinilai mengejek Islam oleh beberapa tahukah kamu bahwa dua tahun kemudian Navis menulis cerpen lain yang juga mendulang lebih banyak kontroversi setelah diterbitkan harian Nyata di Bukittinggi dan majalah Siasat di Jakarta? Judul cerpen itu "Man Rabuka". Saking kontroversialnya, Nyata dan Siasat sampai harus mencabut cerpen tersebut dan meminta pembaca menganggap "Man Rabuka" tidak pernah ada."Ini. Ini enak, Tuan Malaikat. Isaplah candu ini. Enak ini. Reguklah tuak ini. Sedap ini. Lihatlah gambar-gambar ini, alangkah cantik-cantiknya wanita ini, Tuan Malaikat. Inilah surga, Tuan Malaikat."Ali Akbar Navis pernah mengikuti Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Denpasar, Bali pada 1963. Foto Oey Hay Djoen/ISSI/ ucapan Jamain, tokoh utama dalam cerpen "Man Rabuka", kepada malaikat di alam kubur. Dalam cerpen karangan Navis ini terjadi percakapan antara malaikat dan dua jasad bersaudara, Jamain dan Jamalin. Semasa hidupnya, tabiat dua bersaudara ini bak bumi dan langit. Jamain hidup bergelimang dosa, sedangkan Jamalin yang alim lekat dengan ibadah .Secara harfiah, man rabbuka berarti "Siapa Tuhanmu?". Dalam ajaran Islam, pertanyaan ini akan ditanyakan malaikat kepada manusia di alam kubur. Namun, Jamain dalam kisah “Man Rabuka” malah mengartikan pertanyaan malaikat itu "Apa bekalmu?". Dan, karena ia dikubur bersama peti berisi candu, tuak, gambar porno, maka Jamain mengajak malaikat untuk menikmati barang-barang haram cerita, malaikat kemudian terbujuk dan terlena. Ia bahkan marah besar saat botol tuak milik Jamain sudah kosong. Malaikat lalu menendang Jamain dengan kaki kanan, sehingga ia melayang ke surga. Sementara Jamalin kena tendang kaki kiri malaikat sampai ia mendarat di kumpulan cerpen "Robohnya Surau Kami".Berkat imajinasi Navis yang kreatif dan berani, cerpen "Man Rabuka" jadi kental dengan kritik tajam sekaligus jenaka serta satire. Namun, kalangan umat Islam menilai cerpen itu sangat melecehkan agama Islam. Setelah dicabut dan dianggap tidak ada oleh harian Nyata dan majalah Siasat, "Man Rabuka" akhirnya hilang ditelan bumi. Cerpen ini juga tak pernah dibahas dalam sastra setengah abad kemudian, Ismet Fanany, dosen dan peneliti Deakin University di Australia, berhasil menemukan cerpen "Man Rabuka" di edisi majalah Siasat yang tersimpan dalam microfiche lembaran film 10 x 15 sentimeter di perpustakaan Monash University, Melbourne, analisa Ismet, seperti dikutip majalah Tempo, cerpen tersebut hilang karena tiga sebab. Pertama, banyak orang menganggap "Man Rabuka" memberi gambaran tidak baik tentang Islam. Kedua, cerpen ini diduga lanjutan dari "Robohnya Surau Kami" yang juga dinilai melecehkan Islam. Ketiga, cerpen ini terbit dalam suasana Sumatera Barat menentang kebijakan pemerintah Soekarno. Buktinya, pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia PRRI terjadi dua bulan pasca terbitnya "Man Rabuka".AA Navis bersama Gubernur DKI Ali Sadikin. Foto Yayasan LontarMenurut Ismet, "Man Rabuka" adalah korban "Robohnya Surau Kami" yang terbit lebih dulu dua tahun sebelumnya. "Sewaktu 'Robohnya Surau Kami' terbit, berbagai kalangan menganggap Navis mengejek Islam dan malah ada yang menuduhnya komunis atau Murba. Ketika 'Man Rabuka' terbit, tuduhan dan ejekan orang jauh kebih kuat," tulis Ismet."Sejak itu 'Man Rabuka' tidak pernah muncul lagi dalam antologi cerpen Navis yang banyak sekali jumlahnya. Sedangkan 'Robohnya Surau Kami' sepertinya dimaafkan dan muncul dalam berbagai antologi," kata Ismet dalam kolomnya "Mengumpulkan Cerpen Navis yang Terserak" di majalah Tempo edisi 4 September sebagai anggota Partai Komunis Indonesia PKI terhadap Navis dibenarkan Aksari Jasin, 86 tahun. Menurut istri Navis ini, setelah "Robohnya Surau Kami" terbit, mereka pernah didatangi polisi. "Nanti jika Papi tidak pulang, cari saja ke kantor polisi," kata Aksari teringat ucapan mendiang suaminya saat Navis bersama istri, Aksari Jasin. Foto Majalah TempoTak hanya itu. Pada 8-11 Agustus 1963, Navis mengikuti Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Denpasar, Bali. Sepulang dari acara itu, ia dicap komunis dan dijauhi teman-teman pengarang di Sumatera Barat. Sebab, konferensi tersebut dihadiri para pengarang berhaluan kiri, seperti Pramoedya Ananta Toer dan Agam pengarang Islam, Navis membantah tudingan itu dengan menulis cerpen "Kemarau di Maninjau". Isi cerpen itu menegaskan pandangan keislaman Navis dan juga soal humanisme yang terkontrol oleh agama. Baginya, humanis yang tidak terkontrol oleh keimanan adalah "Robohnya Surau Kami" sendiri terinspirasi dari pengalaman nyata Navis saat pulang ke Padang Panjang dan melewati surau tempat belajar mengajinya semasa kecil. Surau itu sudah runtuh. Ia lalu bertanya kepada seorang perempuan yang tinggal dekat situ. Kata perempuan tersebut, sejak kakek garin-nya dalam bahasa Minangkabau, garin berarti penjaga masjid, red meninggal, tidak ada lagi yang mau Navis lahir pada 17 November 1924 di Kampung Jawa, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Ia adalah anak tertua dari 12 bersaudara. Ayahnya Nafis Sutan Marajo dan ibunya bernama Sawiyah. Jiwa seninya sudah terlihat sejak ia masih kecil. Ia menyukai kerajinan tanah liat dan antologi ini memuat 68 cerpen karangan AA remaja, ia bergabung dalam grup kesenian Barisan Seni Bangsa yang rajin mementaskan sandiwara, musik, dan melakukan pameran seni lukis. Ia juga mendirikan kelompok Seniman Muda Indonesia dan masuk dalam Sumatera Symphony Orchestra sebagai pemain berusia 28 tahun, Navis sempat tiga tahun bekerja sebagai pegawai pemerintah di Departemen Pendidikan di Bukittinggi. Di kala senggang, pria humoris ini menulis cerita dan sandiwara dengan mesin ketik di kantornya untuk disiarkan di Radio Republik Indonesia otobiografinya, Navis Satiris dan Suara Kritis dari Daerah 1994, Navis menyatakan bahwa menulis karya sastra merupakan bentuk ekspresi kegiatan intelektualnya. Ia selalu menyoroti kehidupan sosial, manusia, dan kemanusiaan dalam setiap karya sastranya. Ia juga setia menjadikan Minangkabau sebagai ruh dari karya-karyanya baik dalam wujud tokoh, perilaku, maupun lingkungan buku otobiografi ini, AA Navis juga mengungkapkan visi di "Man Rabuka", Navis juga mengangkat cerita tentang kehidupan sebelum dan setelah mati dalam cerpen "Dokter dan Maut", yang mengisahkan proses kematian lewat dialog antara Maut dan calon mayat. Begitu pula dalam cerpen "Sebuah Wawancara" yang menuturkan tentang wartawan yang bercerita kepada para nabi tentang kondisi kehidupan data Ismet Fanany, AA Navis sudah menulis 69 cerpen sampai akhir hayatnya pada 23 Maret 2003. Akan tetapi, hanya 68 cerpen yang berhasil ditemukan untuk dikumpulkan dalam buku Antologi Lengkap Cerpen Navis 2004. Satu cerpen yang masih belum ditemukan itu berjudul "Baju di Sandaran Kursi".Bagi Ismet, masa berkarya AA Navis begitu panjang. Ia juga selalu menunjukkan keberanian dan kebebasan sebagai penulis, serta senantiasa berusaha mencari kesempurnaan dalam membuat Majalah Tempo edisi 4 September 2016Sumber foto header Wikipedia/
BiografiAA Navis, penulis cerita cerpen yang sangat terkenal "Robohnya Surau Kami" Pada 17 November 1999, AA Navis genap berusia 75 tahun. Di usia segaek itu, sastrawan dan budayawan kondang hasil didikan Mohammad Sjafei di INS Kayutaman (1932-1942) ini masih tetap produktif. Membaca sebuah karya manapun yang baik, itu berarti meyuruh
NavisRp80.000 Cashback Kab. Sukoharjo samudra solo cerpen cincin kelopak mawar pemenang lomba cerpen Aa Navis Awards Rp15.000 Cashback Kab. Kudus e-book-e MATA YANG INDAH: CERPEN PILIHAN KOMPAS 2001 - AA NAVIS DKK Rp50.150 Kab. Sleman Kedai Pataba AA Navis- 2 pcs Kliping Artikel Rp15.000 Cashback Bandung Kawan DuniaMayaShop